GENOTA.ID – Allah SWT memerintahkan agar kaum muslimin secara bersamaan memerhatikan anak yatim. Bahkan perintah memperhatikan anak yatim adalah bukan syari’at Islam saja, karena kaum Bani Isra’il juga telah diperintahkan untuk memerhatikan anak yatim (QS. Al-Baqarah: 83. 220).
Dalam kisah Nabi Musa bersama Nabi Khidir dijelaskan, bahwa keduanya memperbaiki satu tembok rumah yang sudah miring, demi menjaga harta kedua anak yatim yang ada dibawahnya (QS. Al-Kahf: 82). Jadi demikian pentingnya memperhatikan anak yatim bagi setiap muslim.
Dalam 10 wasiat Allah SWT kepada kaum muslimin agar menjadi pegangan hidup mereka, salah satunya memelihara anak yatim. Kesepuluh wasiat itu adalah larangan menyekutukan Allah SWT, perintah berbuat baik kepada kedua orang tua, larangan membunuh anak karena kemiskinan, larangan melakukan perbuatan yang keji baik yang nampak ataupun tidak dan larangan membunuh jiwa tanpa hak.
Selain itu, Allah SWT melarang memakan harta anak yatim, perintah memenuhi timbangan dengan benar, perintah berbuat adil walau kepada kerabat, perintah memenuhi janji, larangan mengikuti jalan-jalan yang sesat (QS. An-An’am: 151-153).
Lalu, Allah SWT melarang keras menghardik anak yatim (Adl-Dluha: 9). Karena perbuatan tersebut, termasuk perbuatannnya orang yang mendustakan agama dan hari akhir (Al-Ma’un: 2). Allah SWT menghardik orang kafir yang tidak mau memuliakan anak yatim, dan tidak mau menghimbau orang lain untuk memberi makan orang miskin (Al-Fajr: 17).
Allah SWT memerintahkan kepada pengasuh anak yatim untuk menguji kepintaran mereka dalam mengelola harta mereka sendiri. Jika sudah pintar, barulah harta tersebut diserahkan kepada mereka dengan dipersaksikan.
Allah SWT membolehkan bagi pengasuh anak yatim untuk memakan harta anak yatim tersebut, jika memang benar-benar miskin, tapi dengan takaran yang secukupnya saja. Sedangkan bagi mereka yang sudah cukup akan lebih baik mengekang diri dan tidak ikut memakan harta anak yatim (QS. An-Nisa’: 6).
Salah satu sifat orang yang akan masuk surga adalah memberi makan dengan ikhlas kepada fakir miskin, anak yatim, tawanan perang (Al-Insan: 8). Jalan hidup yang sukar yang ditempuh oleh mereka yang beriman adalah memerdekakan hamba sahaya, memberi makan kepada anak yatim, fakir miskin, pada saat kekurangan (Al-Balad: 11-16).
Selanjutnya Al-Quran menghimbau kepada kaum muslimin agar infak kepada anak yatim bisa diambilkan dari harta rampasan perang (Ghanimah) (Al-Anfal: 41). Atau dari harta Fai’ yaitu harta yang diambil dari orang kafir harbi tanpa perang (Al-Hasyr: 7) atau dari hasil pembagian harta warisan (An-Nisa’:8).
Dari pemaparan diatas, nyatalah bahwa Allah SWT sangat menaruh perhatian kepada anak yatim melalui berbagai macam cara. Yaitu memerhatikan mereka, menjaga harta mereka sampai mereka dewasa dan pintar mengelola uang, tidak boleh memakan harta mereka secara dzalim. Allah SWT melarang seseorang menghardik anak yatim, karena hal itu melukai hati mereka. Sementara mereka tidak ada yang bisa menerima keluh kesah mereka.
Semua tanggung jawab tersebut dipikulkan pertama kepada keluarga bapak, keluarga ibu, seperti paman-pamannya, lalu kerabat yang diluar itu. Setelah itu, menjadi kewajiban masyarakat muslim untuk memerhatikan mereka dengan segala macam cara yang baik.