Dzikir di Penghujung Tahun

GENOTA.ID – Istilah dzikir berasal dari bahasa Arab, dzakara-yadzkuru-dzikr. Artinya menyucikan dan memuji (Allah); ingat, mengingat, peringatan; menutur; menyebut; dan melafalkan. Di dalam Al-Quran (yang juga disebut Adz-Dzikra) kita dapat menjumpai kata itu dalam berbagai bentuknya lebih dari 280 kali dengan beragam makna.

Dzikir secara istilah berarti mengingat dan menyebut Allah SWT. Seseorang yang mengingat Allah maka lisannya terus menyebut Allah SWT. Dan, hatinya juga terus mengingat Allah SWT. Mengingat gerak hati sedangkan menyebut gerak lisan. Karena itu, dzikir bisa dilakukan dengan hati (mengingat), bisa pula dengan lisan (mengucap). Perpaduan keduanya akan mengantarkan pada makna khusyuk.

Dzikir sebenarnya merupakan inti dari doa yang kita panjatkan sehari-hari. Bahkan, amaliah yang selalu kita tautkan kepada Zat yang Menggerakkan, juga bagian dari dzikir. Karena itulah, lazim kita temukan pembagian dzikir pada empat bentuk: dzikir qalbiyah, dzikir aqliyah, dzikir lisaniyah, dan dzikir amaliyah.

Pertama, dzikir qalbiyah (hati), yakni dzikir dengan merasakan kehadiran Allah SWT. Jika ingin menghabiskan akhir tahun pada tahun ini, silakan saja, tapi hendaklah amalan tersebut mengajak hati untuk meyakini bahwa Allah SWT bersamanya.

Sadar dan ingat bahwa Allah SWT selalu melihat, menatap, mendengar, dan mengetahui gerak-gerik hati, lintasan pikiran, dan ejawantah amaliahnya. (QS Saba: 3). Dalam terminologi agama, dzikir qalbiyah ini lazimnya disebut ihsan.

Kedua, dzikir aqliyah, yaitu kemampuan menangkap bahasa Allah SWT di balik setiap gerak-gerik alam. Allah SWT yang menjadi sumber gerak dan yang menggerakkan. Sejatinya kehidupan kita masuk dalam sebuah sistem universal dari Zat yang Menciptakan.

Kita berada dalam madrasah Allah SWT, universitas jagad raya yang mencakup langit dan bumi dan terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berpikir (tafakur, dzikir). (QS Ali Imran [3]: 190-191).

Ketiga, dzikir lisan, yaitu buah dari dzikir hati dan akal. Setelah melakukan dzikir hati dan akal, barulah lisan berfungsi untuk senantiasa berdzikir, menyebut dan mengagungkan Allah SWT. Apa yang di hati itulah yang dipikirkan, dan apa yang dipikirkan itulah yang diucapkan. Karena itu, orang yang berdzikir, pasti mempunyai kepribadian jujur.

Abdullah bin Busr RA berkata, “Ya Rasulullah ajaran-ajaran Islam telah banyak padaku, maka beritahukanlah sesuatu yang dapat aku jadikan pegangan.” Rasulullah SAW pun menjawab, “Biarkanlah lisanmu terus basah dengan menyebut Allah.” (HR Tirmidzi).

Keempat, dzikir amaliyah yaitu menyatukan dzikir hati, akal, dan lisan dengan keselarasan perbuatan sebagaimana tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Orang yang berdzikir itu adalah al-muthi’, orang yang taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Karena itu, orientasi berdzikir adalah melahirkan pribadi-pribadi yang bertakwa kepada Allah SWT. Dan mereka yang bertakwa akan senantiasa mendapat limpahan rahmat-Nya. (QS al-Araf: 96).

Momentum akhir tahun ini, sangat baik bagi kita untuk bermuhasabah dengan menghadiri majelis-majelis dzikir untuk menuai keberkahan Allah SWT. Dengan berdzikir, semoga kita senantiasa menjadi hamba-hamba-Nya yang diberkahi.(*)