GENOTA.ID – Pernahkah Anda memiliki pengalaman sulit untuk memaafkan seseorang atau sebuah peristiwa lampau yang telah melukai hati? Hampir setiap orang dapat dikatakan memiliki pengalaman buruk dalam sebuah fase hidup yang membuatnya tidak bisa memaafkan, bahkan termasuk memaafkan diri sendiri. Pada kenyataannya, memaafkan seseorang atau peristiwa yang melukai hati kita tidaklah semudah membalik telapak tangan.
Banyak sekali orang yang kesulitan untuk memaafkan akibat ketidaktahuan bagaimana cara memaafkan dan tidak tahu apa saja manfaat dari memaafkan. Hal inilah yang membuat kebanyakan orang (termasuk kita) kesulitan untuk memaafkan seseorang atau terjadinya sebuah peristiwa tertentu, bahkan memaafkan diri sendiri.
Padahal sejatinya, memaafkan merupakan salah satu akhlak Jamaliyah Allah, yaitu sifat-sifat Allah SWT yang indah dan agung. Kita biasa (bersikap) berlebihan. (Kita) senang menjadi obyek penderita, senang dikasihani dan menyakiti diri sendiri. Hal yang harus disadarkan adalah, bahwa ketika kita senang dalam keadaan seperti itu (marah atau dendam sehingga sulit memaafkan) hidup kita menjadi stagnan, mundur dan jauh dari kebahagiaan.
Ciri-ciri orang yang sudah dapat memaafkan sederhana, kalau Anda mengingat tentang orang atau kejadian buruk yang pernah terjadi pada diri Anda, dada dan perasaan Anda tidak sesak atau sudah plong. Dan ketika menceritakan peristiwa itu kembali, Anda dapat bercerita dengan nada (suara) yang relatif riang, tanpa emosi atau tekanan apapun. Selama masih ada beban, ganjalan didada Anda, meskipun Anda bilang sudah memaafkan, Anda sebenarnya belum (berhasil) memaafkan.
Memaafkan itu ukurannya benar-benar fisik.
Jadi, tubuh seseorang akan merasakan bahwa apakah ia sudah dapat memaafkan seseorang atau sebuah peristiwa atau belum. Namun ia juga mengingatkan bahwa memaafkan merupakan sebuah kompetensi atau keahlian. Sehingga seseorang perlu diajarkan untuk memiliki kemampuan ini.
Racun Bernama Amarah
Amarah yang tersimpan dalam diri seseorang akibat sebuah peristiwa buruk ibarat bara dalam sekam. Kemarahan yang terus menerus dibawa-bawa dari waktu ke waktu itulah yang disebut sebagai racun.
Orang yang menyimpan amarah (dendam) sesungguhnya adalah orang yang awalnya terdzholimi oleh orang lain, kemudian melanjutkan kedzholiman orang lain. Bedanya, kali ini ialah yang mendzholimi diri sendiri. Mungkin orang tersebut tidak sadar dan tidak mengerti, bahwa dengan menyimpan marah ia sedang melanjutkan kedzholiman orang lain pada dirinya sendiri.
Tapi seringkali kita lupa, bahwa mungkin seseorang berbuat buruk pada kita hanya lima menit, tapi kita sendiri yang mengulang-ulangnya dalam pikiran diri sendiri. Dan kemudian kita memperbolehkan peristiwa buruk tersebut memengaruhi diri kita.
Contoh, saat dizolimi oleh seseorang rasanya tidak nyaman, tapi kenapa malah dibiarkan rasa tak nyamannya berlama-lama. Bisa jadi pelakunya sudah lupa, mengapa kita malah melanjutkannya (rasa tak nyaman itu) hingga bertahun-tahun kemudian.
Ketika hati penuh marah dan dendam, sesungguhnya kita menyimpan racun dalam diri kita sendiri dan menanggung kerugian. Mungkin saja orang yang berlaku buruk pada kita sudah tidak tahu, tidak ingat kejadian itu dan tidak berhubungan lagi. Jadi, ketika kita simpan marah itu, sebenarnya yang teracuni adalah diri sendiri.
Lalu bagaimana caranya membuang racun tersebut? Menyadari bahwa dengan menyimpan dendam amarah, sesungguhnya yang dirugikan itu adalah diri sendiri. Itu saja dulu. Orang yang menyadari kerugian bila berlama-lama menyimpan dendam amarah tentu tidak akan mau melakukannya. Oleh karena itu, ada seorang filsuf yang mengatakan bahwa memaafkan adalah membebaskan diri dari penjara dan Anda mengetahui bahwa yang sedang terpenjara itu adalah diri Anda sendiri.(*)